sponsor

» » Perbedaan antara Tasawuf dan Filsafat

Filsafat berupaya mengungkapkan partikel ilmu dan memahami hikmah Allah serta rahasianya dalam aneka pengetahuan. Sedangkan tasawuf berupaya menyingkapkan hikmah Allah pada banyak segi dari kehidupan, dan kehidupan bersama rahmat-Nya yang ditampilkan pada langit dan bumi, dan menyaksiakan keindahan dan kehebatan semesta yang agung, serta menyenagkan hati dan ruh dengan kelezatannya bisa menyaksikan kenaikan dari jalan tersebut menuju serambi Tuham Yang Mahasuci nan Mahaluhur.

Akal adalah media berpikir secara filosofis, sedangkan ruh atau hati adalah sarana pemahaman bagi seorang sufi. Oleh karena itu, tasawuf merupakan suatu fitrah yang tegak nan kokoh dalam jiwa manusia, yang merupakan wujud dari sikap keberagaman. sebab pertumbuhan keduanya adalah satu, dan tujuan dari keduanya tunggal, serta masing-masing adalah menyempurnakan yang lainnya (complementary). Oleh karena itu, agama yang kosong dari tasawuf akan membuat akarnya menjadi kering, dahannya menjadi layu, dan buahnya membusuk. Sedangkan tasawuf tanpa agama bagaikan awan hitam tak berair yang tidak akan bisa mencucurkan hujan, dan bahwa hanya berupa fatamorgana yang disangka sebagai air oleh orang yang kehausan, namun kala didatanginya, maka ia tidak akan menemukan apa pun jua. Dan tidak mungkin akan sampai ke martabat suluk dalam tasawuf dengan cara pengajaran, melainkan harus dengan cara menggunakan intuisi (adz-dzawq) dan kondisi (al-hal), sebagaimana yang dikatakan oleh Imam al-Ghazali dal kitab al-Munqidz min adh-Dholal, sewaktu melukiskan upayanya dalam mengetahui jalan tasawuf, dia mengatakan :
"Aku mulai merincikan ilmu mereka dengan cara menelaah kitab-kitab karya para sufi, semisal kitab Qut al-Qulub karya Abu Thalib al-Makkiy, kitab-kitab karya al-Harits al-Muhasibi, beberapa karya terpisah dari al-Junaid, asy-Syibli, Abu Yazid al-Busthomi, dan pendapat para guru sufi lainnya, hingga aku mengetahui inti dari tujuan keilmuan mereka dan bisa memperoleh apa yang mungkin bisa didapat dengan cara belajar dan mendengarkan tarekat mereka, sampai kemudian aku bisa memperoleh kesimpulan bahwa tidak mungkin aku sampai pada tarekat mereka dengan cara pengajaran, melainkan harus dengan cara merasakan (adz-dzawq) dan mengalami langsung (al-hal), serta mengganti sifat yang buruk dengan sifat yang agung (tabaddul ash-shifat). Sebab betapa jauh perbedaan antara orang yang dapat mengetahui definisi kesehatan dan kekenyangan berikut penyebab dan syaratnya dengan orang yang benar-benar sehat dan berada dalam kekenyangan. Betapa amat jauh perbedaan orang yang mengetahui definisi kemabukan dan istilah mabuk yang merupakan ungkapan dari sebuah kondisi yang terjadi akibat penguasaan uap-uap yang naik dari perut ke domain-domain pemikiran, dengan orang yang benar-benar mabuk. Bahkan bisa saja orang yang mabuk itu tidak mengetahui tentang definisi mabuk berikut keilmuannya, namun dia justru mabuk. Padahal dia sama sekali tidak mengetahui ilmunya. Sedangkan orang yang siuman mengetahui definisi mabuk dengan segala unsurnya, namun dia sama sekali tidak mabuk. Demikian pula seorang dokter yang ada dalam kondisi sakit, di mana dia mengetahui definisi sehat berikut sebab dan obatnya, namun toh pada kenyataannya dia bisa tidak sehat juga.
Dalam menjelaskan perbedaan antara sufi dengan filsuf, Abu Faydh al-Manufi dalam kitab al-Madkhol ila at-Tashawuf al-Islamy berkata : "Filsafat dan penopangnya yang didasarkan pada rasionalitas mendeskripsikan hakikat-hakikat yang tinggi badi eksistensi dengan cara pendeskripsian dari jauh, lantaran ketidak mampuannya rasio dari sampai pada seluruh ufuk hakikat yang kuncinya adalah mata batin. Sedangkan kunci filsafat adalah pengetahuan, dan pintunya adalah segala kosmos. Adapun pengetahuan hati yang diakibatkan langsung oleh cahaya iluminasi yang dihunjamkan oleh Allah di hati setiap hamba yang di kehendaki-Nya, maka jalannya adalah penyaksian dengan ilmu, esensi, atau hakikat keyakinan.(ilm al-yaqin, 'ain al-yaqin, haqq al-yaqin). Alangkah berbedanya orang yang berada jauh di luar rumah dalam penggambaran kondisi sebuah rumah dan penghitungan kamarnya serta penyebutan fungsi dari bagian rumah dan perabotannya yang didasarkan atas kejeniusan dan perkiraan pemikiran semata, dengan orang yang masuk ke dalam rumah dan menyelidiki di sela-sela rumah serta menyaksikan segala sisi dan kamarnya, lau ia pergi ke luar dan menjelaskan apa yang telah dilihatnya kepada manusia. Jadi, pengetahuan manakah yang lebih jelas dari keduanya? cerita siapakah yang lebih benar ? apakah pengetahuan orang yang berdiri di jalan jauh dari rumah, yang hanya melihat dan mengira-kira denga berdasarkan kecerdasan semata ataukah pengetahuan orang yang masuk ke dalam rumah serta berkeliling di sela-sela bagian rumah dan perabotannya serta mengetahui dengan persaksian, buka dengan perkiraan, hakikat perkara rumah tersebut dan bisa menjelaskan semua isinya ?"
Dengan begitu, seorang arif-sufi (gnostik) disinari oleh hikmah ketuhanan dalam segala kosmos, hingga ia bisa langsung beriman kepada eksistensi Tuhan yang Mahabijak, lalu menyelidiki keseluruhan kosmos selaiaknya yang dilakukan oleh kaum filsuf dan seorang alim demi mencari pertambahan keimanan dan penumbuhan keyakinan kepada Tuhan dan Penciptanya agar mendekatkan diri kepada-Nya dengan pengetahuan, lantas pengamalan, kemudian bersyukur, dan beribadah.
Adapun seorang filsuf, maka ia disinari oleh kilatan-kilatan cahaya Tuhan yang menyibukan pikiran dan rasionalitasnya. Kemudian ia mulai mencari ilmu dengan danya sebab,. Yaitu, sebab kilatan pengetahuan tersebut. lalu ia mulai memikirkan segala kosmos dan mengkaji keseluruhunnya seraya mencari bukti petunjuk atas sebab-akibat dan Sang Pencipta dari hasil ciptaan-Nya. Hali ini akan bisa terjadi, jika ia tidak tersesat dalam perjalanannya, sehingga ia disinari sendiri oleh pemikirannya, seraya beranggapan bahwa hal itu adalah sebab yang di carinya atau fenomena setiap perkara seraya beranggapan bahwa materi fisik adalah sebab yang sedang dicarinya.       

«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Leave a Reply